BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
Pengertian
Kesiapan Guru
Kesiapan
berarti suatu titik
kematangan untuk menerima atau mempraktekkan tingkah laku tertentu, dalam kamus
bahasa Indonesia kesiapan berarti sudah sedia, sudah disediakan (tinggal
memakai atau menggunakan saja), dapat pula diartikan tindakan nyata dari guru untuk melaksanakan
pengajaran melalui cara tertentu yang dinilai lebih efektif dan efisien.
Dari uraian di atas dapat
dikemukakan bahwa kesiapan mengajar adalah suatu titik kematangan atau keadaan
yang diperlukan untuk melakukan sesuatu kegiatan mengorganisasi lingkungan
dengan baik yang menetapkan guru sebagai fasilitator untuk membantu siswa agar
dapat belajar dan kegiatan tersebut terikat oleh suatu tujuan tertentu.
Pada hakikatnya bila suatu pekerjaan atau kegiatan
direncanakan lebih dahulu, maka tujuan dari kegiatan itu akan lebih terarah dan
lebih baik hasil yang akan kita capai. Oleh sebab itu seorang guru Pendidikan
Agama harus memiliki kemampuan dalam merencanakan persiapan dalam pengajaran, seorang
guru Pendidikan Agama sebelum mengajar hendaknya terlebih dahulu merencanakan
program persiapan pengajaran yang hendak diberikan.[9]
Pengajaran bukanlah sesuatu terjadi
secara kebetulan, melainkan adanya kemampuan guru dalam merencanakan dan
mempersiapkan pengajaran itu sendiri, karena dengan adanya kemampuan guru
Pendidikan Agama dalam menyiapkankan
pembelajaran sehingga terjadilah suatu proses belajar
mengajar yang berlangsung secara efektif dan efisien.
Menurut Muhammad Uzer Usman. Proses
belajar mengajar adalah “suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan
guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik ( feetback) yang berlangsung dalam situasi
edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.[10]
Maka dengan adanya proses belajar
mengajar yang dilakukan guru dan siswa dalam konteks pendidikan, maka guru
Pendidikan Agama Islam harus melakukan sesuatu kegiatan yang dimulai dari
perencanaan, atau merencanakan persiapan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi.
Salah satu kemampuan dasar
yang harus dimiliki guru adalah kemampuan dalam merencanakan dan melaksanakan
proses belajar mengajar. Kemampuan guru dalam melakasanakan tugas dan tanggung
jawabnya sebagai pengajar. Belajar dan mengajar terjadi pada saat
berlangsungnya interaksi antara guru dengan siswa untuk mencapai tujuan
pengajaran. Sebagai proses, belajar dan mengajar memerlukan perencanaan yang
seksama, yakni mengkoordinaksikan unsur-unsur tujuan, bahan pengajaran,
kegiatan belajar-mengajar, metode dan alat bantu mengajar serta penilaian
evaluasi. Pada tahap berikutnya adalah tindakan atau praktik mengajar.[11]
Ada tiga hal pokok yang
harus diperhatikan guru dalam melaksanakan persiapan mengajar. Pertama adalah
tahap mengajar (merencanakan rencana belajar), kedua adalah menggunakan atau
pendekatan mengajar (alat peraga) dan tahap ketiga prinsip mengajar (persiapan
mental). Mempersiapkan diri sebelum mengajar menurut tiga aspek tersebut akan
membuat pengajar siap serta penuh percaya diri untuk memasuki ruangan kelas,
karena pengajar tersebut telah mengetahui cara yang akan digunakan untuk
menjelaskan bahan pelajaran.
B. Kesiapan Belajar Mengajar Guru
Pendidikan Agama Islam.
Mengajar merupakan suatu usaha sadar
yang dilakukan oleh seorang guru, khususnya guru Pendidikan Agama Islam, guna
mempersiapkan anak didik dalam mencapai kesuksesannya untuk masa yang akan
datang. Begitu juga dengan belajar mengajar, setiap guru harus memiliki kesiapan sebelum ia melakukan
pengajaran, agar nantinya akan memperoleh hasil yang baik.[12]
Maka di zaman modern ini guru
merupakan tulang punggung, berhasil tidaknya atau maju mundurnya suatu ilmu
pendidikan, sehingga dalam hal ini guru dituntut untuk membekali dirinya dengan
berbagai macam disiplin ilmu.
Apalagi seorang Guru Pendidikan
Agama, sangat dituntut sekali dalam hal kesiapan
proses
belajar mengajar khususnya, dalam bidang Pendidikan Agama Islam. Agar nanti
kiranya peserta didik dapat menerapkan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan
sehari-hari, dengan adanya pendidikan agama maka dapat dijadikan filter atau
penyaring masuknya kebudayaan-kebudayaan luar yang tak sesuai dengan ajaran
agama.
Hal-hal yang perlu dipersiapkan oleh
Guru Pendidikan Agama dalam pengajaran adalah
sebagai berikut:
1.
Melakukan pengembangan
program, yang mana pengembangan program disini mencakup:
a. Program
Tahunan
b. Program
Semester
c. Program
Modul
d. Program
Mingguan dan Harian
e. Program
Pengayaan atau Remedial
f. Program
bimbingan dan konseling[13].
2.
Pelaksanaan
Pembelajaran.
Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi
antar peserta didik dan lingkungannya,
sehingga terjadi perubahan
kearah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor
yang mempengaruhinya antara lain faktor interen, yaitu faktor yang datang dari
dalam individu itu sendiri. Faktor eksteren adalah faktor yang datang dari luar
individu seperti lingkungan tempat ia tinggal dan bersosialisasi.
Maka disini tugas yang paling utama
adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku
bagi peserta didik kearah yang lebih baik, yang dalam hal ini peran Guru Agama
sangat penting dalam memperdayakan peseta didik agar terciptanya pelaksanaan
pembelajaran yang efektif dan efesien.
Umumnya pelaksanaan pembelajaran
mencakup tiga hal, yaitu:
a.
Pre tes.
b.
Proses.
c.
Post tes[14].
2. Evaluasi
hasil belajar
Evaluasi adalah seperangkat tindakan atau proses
untuk menentukan nilai sesuatu yang berkaitan dengan dunia pendidikan.[15] Jadi
evaluasi hasil belajar adalah seperangkat tindakan atau proses untuk menentukan
nilai dari hasil belajar peserta didik setelah ia melakukan kegiatan proses
belajar mengajar, yang mana tujuannya untuk mengukur sejauh mana tujuan-tujuan
tersebut telah dikuasai oleh peserta didik. Hasilnya merupakan dasar untuk
memperbaiki proses belajar mengajar berikutnya.
Yang mana hal
ini sesuai dengan firman Allah surat Al-Hasyr ayat 18, yang berbunyi:
...ولتنظر نفس ما قدمت لغد...
Artinya:
...“Dan hendaklah setiap diri memperhatikan (mengevaluasi) apa yang telah
diperbuat untuk hari esok,... (Al-Hasyr: 18)[16].
Dari Firman Allah diatas, jelaslah
bahwa evaluasi merupakan penilaian akhir dari tiap-tiap diri manusia untuk
melihat arah kedepan apa yang dilakukan hari ini untuk dapat diperbuat hari
esok.
Dalam hal ini evaluasi hasil belajar
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Penilaian
Kelas
2. Tes
kemampuan dasar.
3. Penilaian
akhir satuan pendidikan dan sertifikasi.
4. Benchmarking
5. Penilaian
program[17]
Maka dengan adanya sistematika maka diharapkan hasil
belajar mengajar yang akan lebih baik
bagi siswa dalam berprestasi juga dapat dijadikan
alat bagi guru untuk mengoreksi berhasil tidaknya rencana persiapan
pembelajaran yang dibuat oleh guru bidang study tersebut.
C. Tujuan
Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mempersiapkan Belajar Mengajar.
Pada dasarnya proses belajar mengajar merupakan
suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang saling terkait dalam
mencapai tujuan, yang mana tujuan ini mengarah kepada yang ingin kita capai
dalam tiap-tiap komponen pendidikan.
Agar tercapainya tujuan-tujuan yang di inginkan
dalam proses belajar mengajar, maka pada setiap komponen yang ada harus
diorganisasikan sehingga antar komponen itu terjadi kerjasama. Dalam hal ini
guru tidak boleh hanya memperhatikan komponen-komponen tertentu saja, misalnya
metode, bahan dan evaluasi saja, tetapi ia harus mempertimbangkan komponen
secara keseluruhan.
Tujuan pembelajaran atau belajar mengajar adalah
rumusan tujuan yang memberi makna kepada perencanaan, kegiatan belajar mengajar
yang masih bersifat umum dan merupakan acuan untuk merumuskan tujuan
pembelajaran khusus[18].
Tujuan pembelajaran khusus dapat tercapai setelah
siswa selesai membahas pokok bahasan atau sub pokok bahasan yang mana
ketercapaian tujuan pendidikan agama Islam ini dapat diukur dari indikator
sebagai berikut:
- Siswa
memiliki pengetahuan fungsional tentang agama Islam dan mengamalkannya.
- Siswa
memiliki kebenaran ajaran Islam dan dapat mengakui agamanya dan menghormati
orang lain.
- Siswa
memiliki sifat kepribadian muslim (berakhlakul karimah).
- Siswa
mampu membaca dan menulis Al-Qur'an dan berusaha memahminya.
- Siswa
rajin belajar, giat bekerja dan gemar berbuat baik.
- Siswa
mampu mensyukuri nikmat Allah SWT[19].
Selain ketercapaian diukur dari indikator, seorang
siswa harus memiliki kemampuan dasar pendidikan agama Islam yang juga
merupakan tujuan-tujuan dari Pendidikan
Agama Islam melalui praktek-praktek yang dilakukan, seperti :
- Siswa
mampu beribadah dengan baik dan tertib.
- Siswa
mampu membaca Al-Qur'an dengan baik dan tertib.
- Siswa
membiasakan kepribadian muslim.
Tujuan lain dari belajar mengajar, apakah siswa
ketahui atau kerjakan, apa yang harus siswa lakukan, dalam hal ini tujuan
dikatagorikan menjadi tiga, yaitu:
a. Tujuan kognitif,
yaitu apabila kita mempelajari suatu ilmu pengetahuan, informasi, pemikiran,
dan lain-lain, tujuan yang sifatnya menambah pengetahuan termaksud tujuan
kognitif yang meliputi:
- Penambahan
pengetahuan (knowledge) termaksud didalamnya kemampuan untuk menghafal,
meniru, mengucapkan, mengungkapkan kembali dan sebagainya.
- Penerapan
(Aplication), yaitu kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan teori,
prinsip, peraturan, atau informasi, kedalam situasi yang baru.
- Analisis
(analize), misalnya menganalisis suatu masalah yang komplek dengan
membaginya menjadi beberapa bagian kecil untuk ditelaah satu persatu. (kasus).
- Sintesis
(synthese); yaitu menggabungkan beberapa bagian (hal) kedalam sutu wadah
/ bentuk baru.
- Evaluasi,
yaitu kemampuan untuk menentukan kriteria-kriteria[20].
Pada
umumnya sekolah mengajarkan sebahagian besar tujuan kognitif ini,
b. Tujuan Psikomotorik
yaitu tujuan yang berhubungan dengan ketrampilan atau keaktifan fisik (Motor
Skill).
c. Tujuan Afektif.
Tujuan ini meliputi :
- Penentuan
sikap.
- Apresiasi
Apabila seorang Guru Pendidikan Agama Islam
menginginkan pencapaian tujuan kualitas pembelajaran yang lebih baik, bukan
saja dapat dilihat dari aspek Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik saja, tetapi
seorang Guru Pendidikan Agama Islam juga harus memperhatikan peserta didik
untuk dapat memiliki kepercayaan diri dan juga memiliki kecerdasan emosional
yang stabil. Sehingga dengan adanya kecerdasan emosional yang stabil dapat
menjadikan peserta didik memiliki sifat jujur, disiplin dan tulus pada diri
sendiri, memiliki tanggung jawab, ulet, dapat memanfaatkan ruang dan
menciptakan masa depan yang lebih cerah dan semua ini juga memelukan lingkungan
yang kondusif dan menciptakan iklim pembelajaran yang demokratis, sehingga
tujuan dari pembelajaran, dapat tercapai dengan baik pula.
D.
Defenisi
dan Bentuk-bentuk Motivasi
Motivasi
berarti dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar
untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Kata “motif”, diartikan
sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu[21].
Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek
untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan.
Berawal dari kata “motif” itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya
penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat
tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau
mendesak.
Menurut
Mc. Donald, motivasi adalah perubahan anergi dalam diri seseorang yang ditandai
dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya
tujuan. Dari pengertian
yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting.
a.
Bahwa
motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu
manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam
sistem neurophysiological yang ada
pada organisme manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun
motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakkannya akan menyangkut
kegiatan fisik manusia.
b.
Motivasi
ditandai dengan munculnya, rasa/feeling, afeksi seseorang. Dalam hal ini
motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang
dapat menentukan tingkah laku manusia.
c.
Motivasi
akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya
merupakan respons dari suatu manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang
atau terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini
akan menyangkut soal kebutuhan.
Dengan ke tiga elemen di atas, maka dapat dikatakan bahwa motivasi itu
sebagai sesuatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu
perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut dengan
persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak
atau melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena adanya tujuan, kebutuhan atau
keinginan.
Dalam kegiatan belajar mengajar, apabila ada seseorang siswa, misalnya
tidak berbuat sesuatu yang seharusnya dikerjakan, maka perlu diselidiki
sebab-sebabnya. Sebab-sebab itu biasanya bermacam-macam, mungkin ia tidak
senang, mungkin sakit, lapar, ada problem pribadi dan lain-lain. Hal ini
berarti pada diri anak tidak terjadi perubahan energi, tidak terangsang
afeksinya untuk melakukan sesuatu, karena tidak memiliki tujuan atau kebutuhan
belajar. Keadaan semacam ini perlu dilakukan daya upaya yang dapat menemukan
sebab-musababnya kemudian mendorong seseorang siswa itu mau melakukan pekerjaan
yang seharusnya dilakukan, yakni belajar. Dengan kata lain, siswa perlu
diberikan rangsangan agar tumbuh motivasi pada dirinya. Atau singkatnta perlu
diberikan motivasi.
Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan
kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu,
dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan
perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar
tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang.[22]
Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya
penggerak di dalam siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan
belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat
tercapai. Dikatakan “keseluruhan”, karena pada umumnya ada beberapa motif yang
bersama-sama menggerakkan siswa untuk belajar. Motivasi belajar adalah merupakan
faktor spikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam
hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar.
Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak energi untuk
melakukan kegiatan belajar. Ibaratnya seseorang itu menghadiri suatu ceramah,
tetapi karena ia tidak tertarik pada materi yang di ceramahkan,maka tidak akan
mencamkan, apalagi mencatat isi ceramah tersebut.seseorang tidak memiliki
motivasi, kecuali karena paksaan atau sekedar seremonial. Seorang siswa yang
memiliki inteligensia cukup tinggi, boleh jadi gagal karena kekurangan
motivasi.
-
Macam-Macam Motivasi
Berbicara
tentang macam atau jenis motivasi ini dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang. Dengan demikian, motivasi atau motif-motif yang aktif itu sangat
bervariasi.
a. Motivasi
dilihat dari dasar pembentukannya[23].
1. Motif-motif
bawaan
Yang dimaksud dengan motif bawaan
adalah motif yang dibawa sejak lahir, jadi motivasi itu ada tanpa dipelajari.
Misal dorongan untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan untuk bekerja, untuk
beristirahat. Motif-motif ini seringkali disebut motif-motif yang disyaratkan
secara biologis.
2. Motif-motif
yang dipelajari
Maksudnya motif-motif yang timbul
karena dipelajari. Sebagai contoh, dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu
pengatahuan. Motif ini disebut juga motif yang diisyaratkan secara sosial.
Sebab manusia hidup dalam lingkungan sosial dengan sesama manusia yang lain,
sehingga motivasi itu terbentuk. Dimana sebagai makhluk sosial manusia saling
berhubungan, kerja sama di dalam masyarakat tercapailah suatu kepuasan diri.
Sehingga manusia perlu mengembangkan sifat-sifat ramah, kooperatif, membina
hubungan baik dengan sesama, apalagi orang tua dan guru. Dalam kegiatan belajar
mengajar, hal ini dapat membantu dalam usaha mencapai prestasi.
Di samping itu, masih
ada jenis-jenis motif berikut ini:
a). Cognitive
motives.
Motif ini menunjuk pada
gejala intrinsic, yakni menyangkut kepuasan individual. Kepuasan individual
yang berada di dalam diri manusia dan biasanya berwujud proses dan produk
mental. Jenis motif seperti ini adalah sangat primer dalam kegiatan belajar di
sekolah, terutama yang berkaitan dengan pengemmbangan intelektual.
b).
Self-expression
Penampilan diri adalah
sebagian dari perilaku manusia. Yang penting kebutuhan individu itu tidak
sekadar tahu mengapa dan bagaimana sesuatu itu terhadi, tetapi juga mampu
membuat suatu kejadian. Untuk itu memang diperlukan kreativitas, penuh
imajinasi. Jadi dalam hal ini seseorang memiliki keinginan untuk aktualisasi
diri.
c).
Self-enhancement
Melalui aktualisasi diri
dan pengembangan kompetensi akan meningkatkan kemajuan diri seseorang.
Ketinggian dan kemajuan diri menjadi salah satu keinginan bagi setiap individu.
Dalam belajar dapat diciptakan suasana kompetensi yang sehat bagi anak didik
untuk mencapai suatu prestasi.
2. Jenis
motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis
a. Motif atau kebutuhan organis, meliputi
misalnya: kebutuhan untuk minum, makan, bernapas, berbuat dan kebutuhan untuk
beristirahat. Ini tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan di atas.
b. Motif-motif darurat. Yang termasuk dalam
jenis motif ini antara lain: dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk
membalas, untuk berusaha, untuk memburu. Jelasnya motivasi jenis ini timbul
karena rangsangan dari luar.
c. Motif-motif objektif. Dalam hal ini
menyangkut kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk
menaruh minat. Motif-motif ini muncul karena dorongan untuk dapat menghadapi
dunia luar secara efektif.
2. Motivasi
jasmaniah dan rohaniah
Ada beberapa ahli yang
menggolongkan jenis motivasi ini menjadi dua jenis yakni motivasi jasmani
seperti: refleks, insting otomatis, nafsu. Sedangkan yang termasuk motivasi
rohaniah adalah kemauan.
Soal kemauan itu pada setiap diri
manusia terbentuk melalui empat alasan.
a. Momen timbulnya alasan
Sebagai contoh seorang pemuda yang
sedang giat berlatih olah raga untuk menghadapi suatu porseni di sekolahnya,
tetapi tiba-tiba disuruh ibunya untuk mengantarkan seseorang tamu membeli tiket
karena tamu itu mau kembali ke Jakarta. Si pemuda iu kemudian mengantarkan tamu
tersebut. Dalam hal ini si pemuda tadi timbul alasan baru untuk melakukan
sesuatu kegiatan (kegiatan mengantar). Alasan baru itu bisa karena untuk
menghormmat tamu atau mungkin keinginan untuk tidak mengecewakan ibunya.
b. Momen pilih
Momen pilih, maksudnya dalam
keadaan pada waktu ada alternatif-alternatif yang mengakibatkan persaingan di
antara alternatif atau alasan-alasan itu. Kemudian seseorang menimbang-nimbang
dari berbagai alternatif untuk kemudian menentukan pilihan altenatif yang akan
dikerjakan.
c. Momen putusan
Dalam persaingan antar berbagai
alasan, sudah barang tentu akan berakhir dengan dipilihnya satu alternatif.
Satu alternatif yang dipilih inilah yang menjadi putusan untuk dikerjakan.
d. Momen terbentuknya kemauan.
Kalau seseorang sudah menetapkan
satu putusan untuk dikerjakan , timbullah dorongan pada diri seseorang untuk
bertindak, melaksanakan putusan itu.
4. Motivasi
intrinsik dan ekstrinsik
a. Motivasi intrinsik
Motivasi intrinsik adalah
motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari
luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongam untuk melakukan
sesuatu. Sebagai contoh seseorang yang senang membaca, tidak perlu ada yang
menyuruh atau mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku untuk dibacanya.
Kemudian kalau dilihat dari segi
tujuan kegiatan yang dilakukannya (misalnya kegiatan belajar), maka yang
dimaksud dengan motivasi intrinsik ini adalah ingin mencapai tujuan yang
terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri. Sebagai contoh konkret,
seorang siswa itu melakukan belajar, karena betul-betul ingin mendapat
pengetahuan, nilai atau keterampilan agar dapat berubah tingkah lakunya secara
konstruktif, tidak karena tujuan yang lain-lain. Itulah sebabnya motivasi
intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya
aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam
diri dan secara mutlak berkait dengan aktivitas belajarnya. Seperti tadi
dicontohkan bahwa seseorang belajar, memang benar-benar ingin mengetahui segala
sesuatunya, bukan karena ingin pujian atau ganjaran.[24]
Dalam hal ini siswa yang memilki
motivasi intrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik, yang
berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu. Satu-satunya jalan untuk
menuju ke tujuan yang ingin di capai ialah belajar, tanpa belajar tidak mungkin
mendapat pengetahuan, tidak mungkin menjadi ahli. Dorongan yang menggerakkan
itu bersumber pada suatu kebutuhan, kebutuhan yang berisikan keharusan untuk
menjadi orang yang terdidik dan berpengetahuan. Jadi memang motivasi itu muncul
dari kesadaran diri sendiri dengan tujuan secara esensial, bukan sekedar simbol
dan seremonial.
b. Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah
motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya rangsangan dari luar.
Sebagai contoh seseorang itu belajar, karena tahu besok paginya akan ujian
dengan harapan mendapatkan nilai baik, sehingga akan dipuji oleh temannya. Jadi
yang penting bukan karena belajar ingin mengetahui sesuatu, tetaoi ingin
mendapatkan nilai yang baik, atau agar mendapat hadiah. Jadi kalau dilihat dari
segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, tidak secara langsung bergayut dengan
esensi apa yang dilakukannya itu, oleh karena itu, motivasi ekstrinsik dapat
juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar
dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak
berkaitan dengan aktivitas belajar. Akan tetapi bukan berarti bahwa motivasi
ekstrinsik ini tidak baik dan tidak penting. Dalam kegiatan belajar mengajar
tetap penting. Sebab kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah,
dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses belajar mengajar ada yang
kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik.
Di dalam kegiatan
belajar mengajar peranan motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik sangat
diperlukan. Dengan motivasi, pelajar dapat mengembangkan aktivitas dan
inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan
belajar.
Dalam kaitan itu perlu diketahui
bahwa cara dan jenis menumbuhkan motivasi adalah bermacam-macam. Tetapi untuk
motivasi ekstrinsik kadang-kadang tepat, dan kadang-kadang juga bisa kurang
sesuai. Hal ini guru harus hati-hati dalam menumbuhkan dan memberi motivasi
bagi kegiatan belajar para anak didik. Sebab mungkin maksudnya memberikan
motivasi tetapi justru tidak menguntungkan perkembangan belajar siswa.
Ada beberapa bentuk dan cara untuk
menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah.[25]
1. Memberi
angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan
belajarnya. Banyak siswa belajar, yang utama justru untuk mencapai angka atau nilai
yang baik. Sehingga siswa biasanya yang dikejar adalah nilai ulangan atau
nilai-nilai pada raport angkanya baik-baik.
Angka-angka yang baik
itu bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat. Tetapi ada juga,
bahkan banyak siswa bekerja atau belajar hanya ingin pokoknya naik kelas saja.
Ini menunjukkan motivasi yang dimilikinya kurang berbobot bila dibandingkan
dengan siswa-siswa yang menginginkan angka baik. Namun demikian semua itu harus
diingat oleh guru bahwa pencapaian angka-angka seperti itu belum merupakan
hasil belajar yang sejati, hasil belajar yang bermakna. Oleh karena itu,
langkah selanjutnya yang ditempuh oleh guru bagaimana cara memberikan
angka-angka dapat dilakukan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam setiap
pengetahuan yang di ajarkan kepada para siswa sehingga tidak sekedar kognitif
saja tetapi juga keterampilan dan afeksinya.
2. Hadiah
Hadiah dapat juga
dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian. Karena hadiah
untuk suatu pekerjaan, memungkinkan tidak akan menarik bagi seseorang yang
tidak senang dan tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut. Sebagai
contok hadiah yang diberikan untuk gambar yang terbaik mungkin tidak akan
menarik bagi seseorang siswa yang tidak memiliki bakat menggambar.
3. Saingan
atau kompetensi
Saingan atau kompetensi
dapat dilakukan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa.
Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa. Memang unsur persaingan ini banyak
dimanfaatkan di dalam dunia industri atau perdagangan, tetapi justru sangat
baik digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar siswa.
4.
Ego-involvement
Menumbuhkan kesadaran
kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan
sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai salah
satu bentuk motivasi yang cukup penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap
tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya.
Penyelesaian tugas dengan baik adalah simbol kebanggaan dan harga diri, begitu
juga untuk siswa si subjek belajar. Para siswa akan belajar dengan keras bisa
jadi karena harga dirinya.
5. Memberi
ulangan
Para siswa akan menjadi
giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena itu, memberi
ulangan ini juga merupakan sarana motivasi. Tetapi jangan juga terlalu sering,
misalnya sampai setiap hari, karena bisa membosankan dan bersifat rutinitas.
Dalam hal ini guru harus juga terbuka, maksudnya kalau akan ada ulangan harus diberitahukan
kepada siswanya.
6. Mengetahui
hasil.
Dengan mengetahui hasil
pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk lebih
giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka ada
motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya
terus meningkat.
7. Pujian
Apabila siswa yang
sukses yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, perlu diberikan pujian.
Pujian ini adalah bentuk penguatan yang positif dan sekaligus merupakan motivasi
yang baik. Oleh karena itu, supaya pujian merupakan motivasi, pemberiannya
harus tepat. Dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan
dan mempertinggi gairah belajar serta sekaligus akan membangkitkan harga diri.
8. Hukuman
Hukuman sebagai
penguatan yang negatif tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa
menjadi alat motivasi. Oleh karena itu guru harus memahami prinsip-prinsip
pemberian hukuman.
9. Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar,
berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar. Hal ini akan lebih
baik, bila dibandingkan segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud. Hasrat untuk
belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar,
sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik.
10. Minat
Motivasi muncul karena
ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan alat motivasi yang pokok. Proses belajar itu
akan berjalan lancar kalau disertai dengan minat. Mengenai minat ini antara
lain dapat dibangkitkan dengan cara-cara sebagai berikut:
- membangkitkan adanya suatu kebutuhan.
- menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang
lampau;
- memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang
baik;
- menggunakan berbagai macam bentuk mengajar.
11. Tujuan
yang diakui
Rumusan tujuan yang
diakui dan diterima baik oleh siswa, akan merupakan alat motivasi yang sangat
penting. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat
berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus belajar.
Di samping
bentuk-bentuk motivasi sebagaimana diuraikan di atas, sudah barang tentu masih
banyak bentuk dan cara yang bisa dimanfaatkan. Hanya yang penting bagi guru
adanya bermacam-macam motivasi itu dapat
dikembangkan dan diarahkan untuk dapat melahirkan hasil belajar yang bermakna.
Mungkin pada mulanya, karena ada sesuatu bentuk motivasi siswa itu rajin
belajar, tetapi guru harus mampu melanjutkan dari tahap rajin belajar itu bisa
diarahkan menjadi kegiatan belajar bermakna, sehingga hasilnya pun akan bermakna
bagi kehidupan si subjek belajar.
E. Pengaruh
Kesiapan Guru Agama dalam Proses Belajar Mengajar
Kesiapan yang dilakukan oleh Guru Pendidkan Agama Islam
dalam proses belajar mengajar, seperti membuat program pengajaran, pelaksanaan
pembelajaran dan mengevaluasi hasil belajar, yang dilakukan oleh guru
Pendidikan Agama Islam sehingga dapat meningkatakan kualitas pembelajaran yang
lebih baik.
Adanya aktivitas dan kreativitas Guru Pendidikan
Agama Islam dalam menyiapkan
pelajaran, maka dapat meningkatkan mental guru dalam berhadapan dengan peserta
didik. Sehingga guru Pendidikan Agama Islam lebih percaya diri dalam mengahapi
siswa dikelas, berhasil tidaknya proses belajar mengajar disekolah dan
betapapun bagusnya kurikulum, namun itu semua bergantung pada kinerja guru
dalam mengembangkan dan menyusun program pembelajaran.[26]
Jika penyusunan program pembelajaran dilakukan
dengan metode dan strategi yang sistematis dan terarah, sehingga memungkinkan
terjadinya proses belajar mengajar, dan juga dengan adanya dukungan dari orang
tua, lingkungan yang kondusif dan sarana prasarana yang memadai sehingga
memungkinkan proses belajar mengajar menjadi lebih baik.
Pengaruh lain dari kesiapan guru Pendidikan Agama Islam dalam
proses belajar megajar adalah sebagai berikut :[27]
-
Guru Pendidikan Agama
Islam akan lebih menguasai dan memahami materi yang akan diajarkan dan mampu
menghubungkan antara materi yang satu dengan yang lain dengan baik.
-
Guru Pendidikan Agama
Islam akan menyukai pelajaran yang akan diajarkan pada peserta didik dan
menyukai mengajar sebagai suatu profesi.
-
Dengan adanya kesiapan yang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama
Islam dan juga strategi yang digunakan sehingga guru Pendidikan Agama Islam
dapat memahami peserta didik, pengalaman, kemampuan dan prestasi belajar siswa.
-
Dengan menggunakan
metode yang bervariasi dalam mengajar, sehingga guru Pendidkan Agama Islam dapat
mengelola kelas dengan baik, sehingga terjadinya proses belajar mengajar yang
efesien.
-
Mampu mengeliminasi
bahan-bahan yang kurang penting dan kurang berarti.
-
Dengan adanya proses
pembelajaran yang selalu dipersiapkan memudahkan guru pendidikan agama islam
dalam mentrasferkan ilmunya pada peserta didik.
Adanya pengaruh guru Pendidikan Agama Islam dalam
proses belajar mengajar pada hakikatnya dapat mengembangkan aktivitas dan
kretivitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dalam pengalaman belajar. Pada
dasarnya pembelajaran yang efektif dan efesien dapat mempengaruhi peserta didik
lebih percaya diri tidak ada perasaan takut dalam mengemukakan pendapat
diberikan kebebasan pada anak untuk bertanya dan adanya pengawasan yang tidak
terlalu ketat dan otoriter dan melibatkan siswa secara aktif dan kreatif dalam
proses pembelajaran secara keseluruhan.
Pengaruh lain dari persiapan yang dilakukan oleh
guru Pendidikan Agama Islam dalam proses belajar mengajar yaitu dapat
meningkatkan minat belajar siswa dikelas, sehingga antara siswa yang satu
dengan yang lain dapat bersaing untuk meningkatkan minat belajar siswa.
Dalam hal ini tugas seorang guru adalah membelajarkan
siswa. Ini berarti bahwa bila guru bertindak mengajar,
maka di harapkan siswa belajar. Dalam kegiatan belajar
mengajar disekolah di temukan hal-hal sebagai berikut.[28]
a.
Guru telah mengajar
dengan baik
b.
Ada siswa belajar
giat
c.
Ada siswa pura pura
belajar
d.
Ada siswa belajar
setengah hati
e.
Ada siswa yang
benar-benar tidak belajar
[9] Dimyati, Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta; Rineka
Cipta, 2006) cet.3, hal 5
[11] Syaiful
Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta, Rineka
Cipta, Cet.2 2005), hal 73
[15]Ramayulis, Ilmu
Pendidikan Islam, ( Jakarta: Kalam Mulia ,
2004), hal. 197.
[16]Departemen Agama, Al-Qur'an
dan Terjemahan..., hal. 125.
[18]Mansyur, Strategi
Belajar Mengajar
(Jakarta: Direktorat Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1997). hal. 69.
[22] H.
Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi
Keguruan di Indonesia (Jakarta; Persada Pers, 2009), Hal 174
[24] M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung;
Rosdakarya, 2009), cet 23, hal 18
[25] Sardiman…92
[27] Syaiful Bahri
Djamarah, Aswan Zain Strategi Belajar
Mengajar, (Jakarta, Rineka Cipta:2006) Hal 98
[28] Umar
Tirtarahardja dan S.L. La Sulo, Pengantar
Pendidikan, (Jakarta; Rineka Cipta, 2005) Cet.2. Hal 258